Langsung ke konten utama

Sejarah Hindhu Budha di Nusantara

 

Sejarah Hindhu Budha di Nusantara






1. Hipotesis Brahmana oleh J.C. Van Leur. 

Hipotesis brahmana mengungkapkan bahwa pembawa agama dan kebudayaan Hindu ke Indonesia ialah golongan brahmana. Para brahmana datang ke Nusantara diundang oleh penguasa Nusantara untuk menobatkan menjadi raja dengan upacara Hindu (abhiseka = penobatan). Selain itu, kaum brahmana juga memimpin upacara-upacara keagamaan dan mengajarkan ilmu pengetahuan. 

Hipotesis ini memiliki kelemahan, yaitu di India ada peraturan bahwa brahmana tidak boleh keluar dari negerinya. Jadi, tidak mungkin mereka dapat menyiarkan agama ke Indonesia. 

2. Hipotesis Waisya oleh N.J. Krom 

Menurut hipotesis ini, agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang, mengingat bahwa sejak tahun 500 SM, Nusantara telah menjadi jalur perdagangan antara India dan Cina. Dalam perjalanan perdagangan inilah diperkirakan para pedagang India itu singgah di Indonesia dan menyebarkan agama Hindu. 

Kelemahan dari hipotesis ini adalah kemungkinan pembawa kebudayaan India ke Indonesia adalah para pedagang sesungguhnya juga kurang tepat. Alasannya, pedagang yang datang ke Indonesia adalah para pedagang keliling yang berasal dari kalangan biasa. Padahal, sifat kebudayaan India yang berkembang di Indonesia adalah kebudayaan tinggi. 

Alasan lainnya, hubungan pedagang India dengan penguasa lokal di Nusantara hanyalah masalah perdagangan. Dengan demikian, mustahil para pedagang tersebut mempunyai pandangan tentang tata negara dan hal keagamaan. 

3. Hipotesis Kesatria oleh C.C. Berg 

Hipotesis kesatria mengungkapkan bahwa pembawa agama dan kebudayaan Hindu masuk ke Nusantara adalah kaum kesatria. Menurut hipotesis ini, pada masa lampau di India terjadi peperangan antarkerajaan. Para prajurit yang kalah perang, kemudian mengadakan migrasi ke daerah lain. Tampaknya, di antara mereka ada yang sampai ke Indonesia dan mendirikan koloni-koloni melalui penaklukan atau ekspansi dan kemudian menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu. Oleh sebab itu, hipotesis ini sering pula disebut hipotesis kolonisasi. 

Kelemahan hipotesis ini adalah tidak ada bukti sejarah yang menunjukkan bahwa Indonesia pernah ditaklukkan India. 

4. Hipotesis Arus Balik oleh F.D.K. Bosch

Menurut teori ini, bangsa Indonesia tidak hanya menerima pengetahuan mengenai agama Hindu-Buddha dari orang-orang India yang datang ke Indonesia. Mereka juga aktif mencari ilmu agama di India dan menyebarkannya setelah kembali ke kampung halamannya. 

Kelemahan dari hipotesis ini adalah untuk dapat menyebarkan agam Hindu, maka kemungkinan terbesar yang dapat melakukannya adalah kaum Brahmana yang mengerti akan perihal agama. Untuk menjadi Brahmana, dibutuhkan waktu yang lama. Selain itu, perbedaan bahasa juga dapat menjadi kendala dalam proses pencarian ilmu di negeri India tersebut. 

 

 

 

5. Catur Veda

kitab suci veda adalah kitab suci ummat Hindu, kitab suci veda adalah kitab yang berisikan tentang ajaran kesucian yang diajarkan oleh sang yhang widhi wasa melalu para Maha Rsi.

veda dibedakan menjadi 4, yang biasa disebut catur veda,

adapun yang termasuk dalam catur veda adalah:

1) Rg veda atau Rg veda samhita

Rg veda berisi pengetahuan suci yang merupakan kumpulan nyanyian-nyanyian pujaan, terdiri dari 10 Mandala, 21 Sakha, 1.028 Cukta, 10.552 mantra, disusun oleh Bhagawan Pulaha. Dalam mandala II sampai mandala VIII selain berisi tentang wahyu, juga menceritakan sapta Rsi sebagai penerima wahyu.

2) Sama Veda

Sama Veda ditulis oleh Bhagawan Jaimini.

sama veda memuat kumpulan mantra-mantra tentang ajaran umumnya mengenai lagu-lagu pujaan, terdiri dari 1875 Sakha. 

3) Yayur Veda

Yayur veda berisi mantra-mantra dalam bentuk prosa, memuat mengenai pokok-pokok ajaran yajus, yahus terbagi menjadi 2 yaitu yajus putih dan yajus hitam, terdiri dari 109 Sakha, 1.975 mantra. Yayur Weda disusun oleh Bhagawan Waisampayana.

4) Atharva Veda

atharva membahas soal sihir, mantra-mantra dan pengobatan. terdiri dari 50 Sakha, 5.987 mantra. Atharva Veda ditulis oleh Bhagawan Sumantu. selain itu atharva juga berisi tentang ilmu bintang dan ilmu pasti.

6. Tri murti

Trimurti adalah tiga kekuatan Brahman (Sang Hyang Widhi) (sebutan Tuhan dalam agama Hindu) dalam menciptakan, memelihara, pelindung alam beserta isinya.

Trimurti terdiri dari 3 yaitu:

Dewa Brahma

Fungsi: Pencipta / Utpathi

Sakti: Dewi Saraswati yang merupakan dewi ilmu pengetahuan

Senjata: Busur

Simbol: A

Warna: Merah

Dewa Wisnu

Fungsi: Pemelihara / Sthiti

Sakti: Dewi Laksmi atau Sri

Senjata: Cakram

Simbol: U

Warna: Hitam

Dewa Siwa

Fungsi: Pelebur / Pralina

Sakti: Dewi Durga, Uma, dan Parwati

Senjata: Trisula

Simbol: M

Warna: Panca Warna

Apabila simbol dari ketiga dewa tesebut digabungkan, maka akan menjadi AUM yang dibaca "OM" (  ) yang merupakan simbol suci agama Hindu.

7. Catur Varna


Berdasarkan arti kata Catur Varna, maka terdapat Empat Bagian atau pilihan hidup dari seseorang dalam kehidupan ini, adapun ke-empat bagian tersebut adalah :

Brahmana Varna

Brahmana adalah salah satu golongan karya atau warna dalam agama Hindu. Mereka adalah golongan cendekiawan yang mampu menguasai ajaran, pengetahuan, adat, adab hingga keagamaan. Di zaman dahulu, golongan ini umumnya adalah kaum pendeta, agamawan atau brahmin. Mereka juga disebut golongan paderi atau sami. Kaum Brahmana tidak suka kekerasan yang disimbolisasi dengan tidak memakan dari makluk berdarah (bernyawa). Sehingga seorang Brahmana sering menjadi seorang Vegetarian. Brahmana adalah golongan karya yang memiliki kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan baik pengetahuan suci maupun pengetahuan ilmiah secara umum. Dahulu kita bertanya tentang ilmu pengetahuan dan gejala alam kepada para brahmana. Bakat kelahiran adalah mampu mengendalikan pikiran dan prilaku, menulis dan berbicara yang benar, baik, indah, menyejukkan dan menyenangkan. Kemampuan itu menjadi landasan untuk mensejahterakan masyarakat, negara dan umat manusia dengan jalan mengamalkan ilmu pengetahuannya, menjadi manggala (yang dituakan dan diposisikan secara terhormat), atau dalam keagamaan menjadi pemimpin upacara keagamaan.

Ksatrya Varna

Kesatria adalah kasta atau warna dalam agama Hindu. Kasta ksatria ini merupakan bangsawan dan merupakan tokoh masyarakat bertugas sebagai penegak keamanan, penegak keadilan, pemimpin masyarakat, pembela kaum tertindas atau lemah karena ketidakadilan dan ketidakbenaran. Tugas utama seorang ksatria adalah menegakkan kebenaran, bertanggung jawab, lugas, cekatan, perilaku pelopor, memperhatikan keselamatan dan keamanan, adil, dan selalu siap berkorban untuk tegaknya kebenaran dan keadilan. Di zaman dahulu ksatria merujuk pada klas masyarakat kasta bangsawan atau tentara, hingga raja.

Zaman sekarang, ksatria merujuk pada profesi seorang yang mengabdi pada penegakan hukum, kebenaran dan keadilan prajurit, bisa pula berarti perwira yang gagah berani atau pemberani. Kelompok ini termasuk pemimpin negara, pimpinan lembaga atau tokoh masyarakat karena tugasnya untuk menjamin terciptanya kebenaran, kebaikan, keadilan, dan keamanan di masyarakat, bangsa, dan negara.

Vaisya Varna

Vaisya (Dewanagari: वैश्य, : vaiśya) adalah golongan karya atau warna dalam tata masyarakat menurut agama Hindu. Bersama-sama dengan Brahmana dan Ksatria, mereka disebut Tri Wangsa, tiga kelompok golongan keraya atau profesi yang menjadi pilar penciptaan kemakmuran masyarakat. Bakat dasar golongan Waisya adalah penuh perhitungan, tekun, trampil, hemat, cermat, kemampuan pengelolaan aset (kepemilikan) sehingga kaum Wasya hampir identik dengan kaum pedagang atau pebisnis. Kaum Waisya adalah kelompok yang mendapat tanggungjawab untuk menyelenggarakan kegiatan ekonomi dan bisnis agar terjadi proses distribusi dan redistribusi pendapatan dan penghasilan, sehingga kemakmuran masyarakat, negara dan kemanusiaan tercapai.

Sudra Varna

Sudra (Sanskerta: śūdra) adalah sebuah golongan profesi (golongan karya) atau warna dalam agama Hindu di India. Warna ini merupakan warna yang paling rendah. Warna lainnya adalah brahmana, ksatria, dan waisya. Sudra adalah golongan karya seseorang yang bila hendak melaksanakan profesinya sepenuhnya mengandalkan kekuatan jasmaniah, ketaatan, kepolosan, keluguan, serta bakat ketekunannya. Tugas utamanya adalah berkaitan langsung dengan tugas-tugas memakmurkan masyarakat negara dan umat manusia atas petunjuk-petunjuk golongan karya di atasnya, seperti menjadi buruh, tukang, pekerja kasar, petani, pelayan, nelayan, penjaga, dll.

 

 

 

 

 

8. Tripittaka

Tripitaka merupakan kitab suci agama Buddha. Arti dari Tripitaka itu sendiri dinamakan sebagai tiga keranjang. Kitab suci Tripitaka adalah kumpulan literatur resmi agama Buddha berbahasa sanskerta yang terdiri dari banyak kitab.

Secara umum tripitaka terdiri dari Tiga keranjang yang dimaksudkan diatas diantaranya adalah Vinaya Pitaka, Sutta Pitaka, dan Abhidarma Pitaka. 

Vinaya Pitaka

Vinaya Pitaka merupakan kumpulan ajaran yang diperuntukkan bagi upasaka-upasika atau umat vihara (wihara). Di samping itu, Vinaya Pitaka juga berisikan tata-tertib bagi para bhikkhu/bhikkhuni.

Sutta/ Sutra Pitaka

Sutta Pitaka merupakan kumpulan Ceramah/ Dialog yang berisikan khotbah-khotbah Sang Buddha.

Abhidhamma/ Abhidharma Pitaka

Abhidhamma merupakan kumpulan Doktrin Yang Lebih Tinggi, Abidhamma juga berisikan tentang ajaran metafisika dan ilmu kejiwaan.

9. Periode keagamaan india kuno

4 fase perkembangan agama Hindu di India adalah

1. Jaman Weda

Jaman Weda dimulai ketika bangsa Arya bermukim di Punjab di di Lembah Sungai Sindhu (2500 sampai dengan 1500 SM), setelah mendesak bangsa Dravida menuju ke Selatan hingga sampai ke dataran tinggi Dekkan. Bangsa Arya mempunyai peradaban tinggi, menyembah Dewa-dewa (Agni, Vayu, Varuna, Indra, Siwa dan sebagainya). Walaupun Dewa-dewa yang disembah banyak, semuanya adalah suatu perwujudan dan manifestasi dari Tuhan Yang Maha Tunggal. Tuhan Yang Maha Tunggal dan Maha Kuasa lebih dipandang sebagai pengatur alam semesta, dengan penyebutannya disebut “Rta”. Masyarakat Hindu terbagi menjadi  

Kaum Brahmana,  

Kaum Ksatriya,  

Kaum Waisya  

Kaum Sudra.

2. Jaman Brahmana

Kekuasaan kaum Brahmana pada jaman Brahmana sangat besar dalam kehidupan keagamaan. Kaum Brahmanalah yang mengantarkan semua persembahan kepada para Dewa. Mulai tersusunnya suatu “Tata Cara Upacara” beragama yang sudah teratur pada Zaman Brahmana. Kitab Brahmana adalah kitab yang berisikan tentang saji dan upacaranya. Penyusunan urutan Tata Cara Upacara keagamaan berdasarkan atas wahyu-wahyu yang terdapat di dalam ayat-ayat Kitab Suci Weda.

 

3. Jaman Upanisad

Sedangkan pada saat Jaman Upanisad, lebih meningkat dengan lebih tinggi tentang pengetahuan batin, yang bisa untuk membuka sebuah tabir rahasia tentang alam gaib. Jaman Upanisad merupakan jaman pengembangan serta penyusunan falsafah agama (jaman ketika manusia berfilsafat atas dasar Weda). Pada jaman Upanisad muncul ajaran filsafat tertinggi, dan dikembangkan juga ajaran Darsana, Purana, dan Itihasa.

4. Jaman Budha

Jaman Budha dimulai ketika “Sidharta” yang merupakan putra Raja Sudhodana, menafsirkan kitab Weda dari sudut pandang logika dan pengembangan sistem yoga serta semadhi, sebagai jalan atau cara untuk menghubungkan kepada Tuhan.

10. Jalur Sutera vs Jalur Keramik

Jalur Sutera adalah jalur perdagangan antara Eropa dan China yang memperdagangkan komoditas terutama kain sutera. Jalur ini melewati rute darat di Timur Tengah, Iran, dan Asia Tengah serta rute laut melalui Laut Merah, Samudera Hindia, Selat Malaka dan Laut China selatan

Pedagang nusantara biasanya menjual rempah-rempah melalui Selat Malaka. Jalur Sutra dimulai dari masa Dinasti Han di China, yang menghubungkan China dengan berbagai kawasan dunia seperti Eropa, Timur Tengah, Asia Tengah dan India, dalam perdagangan antara 130 SM - 1453 M.    

Selain sutera, barang berharga yang diperdagangkan di Jalan Sutera, selain sutera itu sendiri adalah keramik perselain, teh, batu mulia dan rempah-rempah (dari arah China) serta kuda, emas, perak, gelas dan wool (dari arah Eropa dan Timur Tengah). Selain barang-barang, Jalan Sutera menjadi pintu persebaran agama dari wilayah barat ke China, seperti agama Buddha dari India dan agama Islam dari Timur Tengah.

Jalur Sutera ini pada Abad Pertengahan menghubungkan ibukota China saat itu, Changan (sekarang Xian) dengan ibukota kekaisaran Romawi Timur (Byzantium), Konstantinopel. Jalur ini melalui kota-kota perdagangan besar yang maju pada masanya, seperti Kashgar, Samarkand, Bukhara, Isfahan dan Baghdad.

Jalan Sutera beroperasi hingga tahun 1453, ketika Turki Usmani menutup jalur perdagangan dengan Barat setelah menaklukan Konstantinopel. Penutupan Jalur Sutera mendorong dimulainya Masa Penjelajahan, dimana negara-negara Eropa menjelajahi dan mencoba menemukan rute laut menuju ke China dan India, dan menggantikan perdagangan darat yang dikuasai Turki Usmani.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

  Aku Menunggu Azza Mumtaza X IPS 1   Aku menunggu. Langkah-langkah berderap. Menanti dengan harap.   Aku menunggu. Samar kabut  hitam. Berkutat jalan malam.   Aku menunggu. Wahai buana. Sudilah menerima hamba.   Aku menunggu. Lengsernya mahkota. Bangkitnya manusia. Hapusnya derita. Agaknya itu nyata.   Aku terus menunggu. Katanya, badai kan berlalu.
  Hikayat Raja Balad Pada zaman dahulu, terdapat seorang raja bernama Balad, dia memiliki permaisuri bernama Irah,dan anak bernama Jawir, juga seorang perdana menteri yang terkenal sholeh dan rajin beribadah yang bernama Ilad. Pada suatu malam, sang raja bermimpi buruk, ia bermimpi buruk 8 kali dalam 1 malam. Sang raja pun sangat ketakutan karena mimpi itu. Siangnya, Raja Balad mengundang para brahmana untuk menafsirkan mimpinya. Setelah raja menceritakan mimpinya, para brahmana pun meminta maaf karena tidak mengetahui apa tafsir mimpi Raja Balad, “Maafkan hamba tuanku, sungguh itu mimpi yang sulit untuk ditafsirkan, tolong berikan kami waktu tambahan selama tujuh hari agar kami bisa memeriksa semua pengetahuan, buku-buku kuno yang kami punya untuk menafsirkan mimpi baginda ” “Baiklah, ku beri kalian waktu selama tujuh hari”. Jawab sang raja Setelah itu para brahmana pun memohon izin, pamit kembali ke rumah mereka. Setelah sampai di rumah, merekapun bermusyawarah. “Sekara...