Terima Kasih Telah Mengabdi
“Baiklah… Bro and sis rahimakumullah, kali ini coba
kalian telusuri dan buat tulisan tentang sejarah keluarga kalian, kalian bisa
menulis tentang leluhur ataupun tentang orang yang berpengaruh di keluarga
kalian. Terserah bagaimana kalian menulisnya,baik dalam format seperti cerpen
atau penelitian ilmiah, tidak masalah. Upload di blog kalian dan filenya kirim
ke email saya alamat emailnya : ipik.ernaka@ic.sch.id
. Terakhir pengumpulan sebelum penilaian akhir semester. Ada pertanyaan?” ujar
Pak Ipik mengakhiri pelajaran Sejarah hari ini. Sepucuk tugas diserahkannya
kepada kami, pertanda waktu pelajaran telah habis.
”Ok, kalau tidak ada
pertanyaan saya kira cukup sekian pertemuan kita hari ini, Wassalamualaikum
warohmatullahi wabarokatu”. Kami menjawabnya serempak “waalaikum salam
warohmatullahi wabarokatu”. Setelah itu ketua kelas memimpin mengucapkan sebuah
kalimat yang sudah sangat khas di sini “tiga dua satu”, maka seluruh pelajar di
kelas akan melanjutkan dengan mengucapkan “Terimakasih Pak Ipik” secara
bersama-sama.
****
Hmm...
sejarah keluarga ya. Leluhur? Orang yang berpengaruh? Adakah yang seperti itu
di keluargaku?. Aku berfikir,mencoba mengingat cerita-cerita ibuku sewaktu
dulu. Cerita tentang keluarga kami. Sontak sebuah potongan memori masa lalu
mencuat muncul di permukaan.
“bu,
kakekku siapa sih? Aku kok nggak pernah ketemu?”. Itulah pertanyaan yang sempat
kuutarakan sewaktu kecil. Wajar bukan, seorang anak kecil mempertanyakan hal
tersebut, apalagi saat dia sudah tidak dapat bertemu dengannya lagi. Yah… aku
menjadi salah satunya.
Perkenalkan
namaku Azza Mumtaza. Sepertinya telah cukup untuk sebuah pembukaan. Karena
fokus tulisan ini adalah kakekku maka aku tidak akan panjang lebar memperkenalkan
diri sendiri. Ok mari kita mulai saja.
****
Nama
beliau (kakekku) adalah Gufron Said. Beliau lahir di Desa Dinoyo, Kecamatan
Deket, Kabupaten Lamongan pada tanggal 20 Mei 1918. Beliau memiliki 7 anak,dan
ibuku adalah yang ke enam. Beliau pernah menjadi anggota PETA(Pembela Tanah
Air) sekitar akhir tahun 1943. Lalu beliau menikah dengan nenekku Kasbonah,
sekitar tahun 1944. Mereka dinaugerahi anak pertama tepat sehari setelah pembacaan
proklamasi, yaitu tanggal 18 Agustus 1945, itulah saat dimana kakak perempuan
pertama ibuku lahir, namanya Kasbonah.
Pada tahun 1948, Saat agresi militer belanda II,
beliau ikut bergerilya dengan Jendral Sudirman, pasti berat rasanya
meninggalkan keluarga, apalagi anak yang masih 3 tahun, dengan ketidakpastian
bisa kembali dengan selamat atau tidak, tapi bagaimanapun itu memang kewajibannya
.“Karena kewajiban kamulah untuk tetap pada pendirian semula,
mempertahankan dan mengorbankan jiwa untuk kedaulatan negara dan bangsa kita
seluruhnya” itulah sebuah
kata dari Jendral Sudirman yang menegaskan kewajiban seorang tentara terhadap
negaranya.
Sumber: Hello Indonesie-WordPress.com |
****
Setelah perjuangan itu, beliau memutuskan
pensiun dari dunia militer, Bahkan tidak mau menerima sepeserpun gaji pensiun.
Beliau memutuskan untuk kembali menuju tanah kelahirannya di Desa Dinoyo,
Lamongan.. Memilih jadi seorang petani, menanam padi di musim hujan, dan
menambak ikan di musim kemarau. Beliaulah yang mengawali kebiasaan ini. Jika kalian lihat keadaan sekarang, maka hampir
semua penduduk di Desa Dinoyo melakukan hal yang sama, yaitu menjadi penambak
ikan di musim kemarau.
****
Begitulah hari-harinya sebagai petani. Lalu
pada tahun 1963 masyarakat desa sepakat memilih beliau sebagai Kepala desa yang
baru. Masalah pun menerpa saat beliau menjabat. Kala itu,pada tanggal 30
September 1965 pemberontakan PKI meletus, tak terkecuali di Desa Dinoyo,Kabupaten
Lamongan. Banyak tokoh agama dari desa yang diincar dalam kejadian ini. Maka
sebagai pemimpin, beliau berusaha untuk melindungi warganya. Kakek
mempersilahkan warga menuju rumahnya,sehingga beliau bisa melindungi (lebih
tepatnya menyembunyikan) mereka. Taktik sederhana beliau lakukan,yaitu dengan
menyembunyikan para target di lumbung padi, dan didalam situ Istri beliau
(nenekku) bersama ibu-ibu yang lain tengah menumbuk padi mengalihkan perhatian.
Sehingga orang-orang dari PKI tidak menaruh minat menggeledah lumbung itu. Maka
pada akhirnya beliau bisa melindungi para target dari pembunuhan. Namun
sayangnya masalah belum selesai. Seperti yang kita ketahui, situasi mulai
berbalik. Hal ini ibarat pada mulanya orang-orang PKI lah yang memburu,
sayangnya sekarang merekalah yang diburu. Operasi Pemberantasan PKI pun segera
dilaksanakan. Tanpa pengadilan para vigilante (orang yang menegakkan hukum dengan caranya
sendiri) dan tentara angkatan darat menangkap dan membunuh orang-orang yang
dituduh sebagai anggota PKI. Dan letak masalahnya adalah, banyak warga desa
yang terkena tuduhan tersebut. Padahal banyak dari mereka yang sama sekali tidak
terlibat dalam organisasi ini. Maka beliau melakukan kewajibannya selanjutnya,
yaitu memfasilitasi dan mengantarkan orang-orang tertuduh menuju kantor
kecamatan. Sehingga mereka bisa membuktikan bahwa dirinya sendiri tidak
bersalah. Dengan memanfaatkan keadaan yang saat itu sedang malam. Akhirnya
mereka bisa sampai dengan selamat di Kantor kecamatan Deket, yang letaknya
cukup jauh dari desa.
****
Setiap
perjalanan pasti memiliki sebuah akhir. Begitu juga dengan kisah ini, beliau
wafat mengakhiri perjalanan hidupnya pada tanggal 24 september 1997. Mungkin
aku belum pernah bertemu dengan beliau. Tetapi kisahnya telah mengalir didalam
pikiranku. Ini adalah sebuah perjalanan
yang panjang, walaupun jika perjuangan itu saat ini sudah dilupakan. Itu
bukanlah sebuah masalah, beliau tidak berjuang demi diri sendiri. Persis Seperti
kata-kata yang pernah diucapkan Jendral Sudirman,
“
Anak-anakku, Tentara Indonesia, kamu bukanlah serdadu sewaan, tetapi prajurit
yang berideologi, yang sanggup berjuang dan menempuh maut untuk keluhuran tanah
airmu. Percaya dan yakinlah, bahwa kemerdekaan suatu negara yang didirikan di
atas timbunan runtuhan ribuan jiwa harta benda dari rakyat dan bangsanya, tidak
akan dapat dilenyapkan oleh manusia, siapapun juga.”. Maka, harumlah namanya dikenangan.
Wahai kakek… terima
kasih karena telah mengabdi.
Komentar
Posting Komentar